Kemudian melanjutkan belajar ke Al-Azhar, Kairo, Mesir. Di tempat ini ia mengaji secara individual pada sejumlah ulama Al-Azhar.Kembali ke Indonesia tahun 1983 dan menjadi salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid, yang didirikan kakeknya tahun 1933 sampai sekarang.
Tahun 2001 mendirikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat untuk isu-isu Hak-hak Perempuan, antara lain Rahima, Puan Amal Hayati, Fahmina Institute dan Alimat.
Sejak tahun 2007 sampai sekarang menjadi Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Tahun 2008 mendirikan Perguruan Tinggi Institute Studi Islam Fahmina di Cirebon. Aktif dalam berbagai kegiatan diskusi, Halaqah, dan seminar keislaman, khususnya terkait dengan isu-isu Perempuan dan Pluralisme, baik di dalam maupun di luar negeri.
Suami Lilik Nihayah Fuadi dengan 5 orang anak ini aktif menulis di sejumlah media massa, menulis dan menerjemahkan buku. Ada sekitar 10 buku karya yang dihasilkannya. Salah satu bukunya yang banyak digunakan sebagai referensi aktivis perempuan adalah “Fiqh Perempuan, Refleksi Kiyai atas Wacana Agama dan Gender”. Karyanya yang lain adalah “Islam Agama Ramah Perempuan”, “Ijtihad Kiyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender”, “Dawrah Fiqh Perempuan“ (modul pelatihan), “Fiqh Seksualitas”, “Fiqh HIV/AIDS”, “Mengaji Pluralisme Kepada Maha Guru Pencerahan”,”Sang Zahid, Mengarungi Sufisme Gus Dur”, “Menyusuri Jalan Cahaya”, dan lain-lain.
Ia menerima penghargaan Bupati Kabupaten Cirebon sebagai Tokoh Penggerak, Pembina dan Pelaku Pembangunan Pemberdayaan Perempuan (2003), penerima Award (penghargaan) dari Pemerintah AS untuk “Heroes To End Modrn-Day Slavery”, tahun 2006. Namanya juga tercatat dalam “The 500 Most Influential Muslims” yang diterbitkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Center, tahun 2010, 2011-2012.