Drs. H. Imam Addaruqutni, MA lahir di Tulungagung Jawa Timur, 04 Juli 1959, saat ini menjabat sebagai wakil rektor I bidang akademik/ilmiah Institut PTIQ Jakarta periode 2011 — 2015. Bagi mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini, menempati posisi sebagai pimpinan di kampus PTIQ bukanlah suatu hal yang baru, karena sebelumnya adalah Dekan fakultas Syariah periode 2005—1010 dan 2010—2011, bahkan sebelum ia “back to campus”, juga pernah dipercaya sebagai Kepala Biro Umum PTIQ tahun 1992-1994 dan dekan Fakultas Syariah (1994—1998) di masa kepemimpinan Prof. Dr. KH. Chatibul Umam.
Mulai aktif di organisasi sejak masih duduk di bangku kuliah, Imam menempa jiwa kepemimpinannya yang sudah tampak sejak kecil. Di lingkungan kampus, dia pernah menjadi Ketua Komite Senat Mahasiswa PTIQ 1981/1982 dan Ketua IRISDA (Ikatan Remaja Masjid Daarul Quran-PTIQ) 1981-1982. Saat ini menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) periode
Perkuliahannya di fakultas Syariah berhasil ia selesaikan pada tahun 1989, dengan skripsi berjudul Urf and Its Relation to Islamic Jurisprudence, yang merupakan satu-satunya skripsi berbahasa Inggris saat itu. Pada waktu masuk di PTIQ, sebenarnya ia tidak mahir berbahasa Inggris. Suatu ketika, ada tamu dari Korea datang ke kampus, ia pun nekat untuk berbicara dengan tamu tersebut menggunakan bahasa Inggris walaupun terbata-bata. Setelah itu ia bersama teman seangkatannya, Masykuri Abdillah dan Dede Rosyada (keduanya kini guru besar UIN Syahid Jakarta), membentuk semacam “English Club” untuk bersama-sama mempelajari bahasa Inggris secara otodidak.
Pada tahun yang sama 1989, ia berkesempatan untuk mengikuti “Islamic Leadership Course” di International Islamic University (IIU) Malaysia. Untuk mempertajam kemampuan intelektualnya, ia melanjutkan studi Program Pasca-Sarjana IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan meraih gelar Master dalam Sejarah Filsafat dan Pemikiran Islam (1998). Pada tahun 2000 ia memperoleh Chevening Award for Scholarship dari British Council untuk short course di Universitas Birmingham dalam Political Studies khususnya Studies of Comparative Democracy, dan Public Policy Studies di Civil Service College, London
Perjalanan organisasi suami dari Hj. Wiwin pun terus berlanjut. Di ormas —khususnya — Muhammadiyah, ia terpilih menjadi Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah masa khidmat 1998—2002. Selanjutnya dipercaya menjadi Ketua Lembaga Kerjasama Internasional PP. Muhammadiyah tahun 2000—2005 dan saat ini menjabat Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP. Muhammadiyah periode 2010—2015. Sementara di MUI ia duduk sebagai anggota Komisi Ukhuwah MUI Pusat (1995—2005) dan Komisi Fatwa MUI tahun (2010—2015). Ia juga tercatat sebagai Anggota Dewan Kurator Universitas Baghdad 1998-invasi Amerika II pada tahun 2003. Project Officer dan kemudian konsultan pada Project of HIV/AIDS Eradication 1995-1998 di Makassar dengan Funder AusAID-Australia.
Di forum internasional, ia pernah berperan aktif mengikuti kegiatan-kegitan berskala internasional, di antaranya: Konferensi Mass Media Dunia Islam (Tripoli) Libya, 1997. Sebagai pembicara dan peserta pada International Youth Village, Jepang 1997. Konferensi tantang UN Sanction and Embargo Imposition (Baghdad) 1997, World Conference on Religion and Peace (WCRP) Jordan, 1999. Pembicara pada First Congress of Democrat of Muslim World (Turkey) 2004, Keynote Speaker di the 3rd National Summit of Ulama of the Philippines 2010 (Mindanao), pembicara pada International Conference on Islamic Leadership (Asian Institute of Management/AIM 2010) Manila, ASEM conference di INSEAD Singapore 2005, penterjemah Arab/Inggris KTT Non-Bloc Jakarta 1992, Konferensi UNEP-PBB (United Nations Environmental Programs) 1995, konferensi tahunan Islamic Development Bank (IDB) 1995, Pembicara/peserta pada International Conference CTITF-PBB 2010, pembicara/peserta pada konferense ASEP di Venice, Italy 2004. Konferensi Tasawuf di Tripoli Libya 2010, pemberi kuliah umum pada Studium Generale di (Catholic Jesuit)-University of Ateneo de Davao, Philippines 2010 tentang Islam and Politics in Indonesia, International Conference on the Support of al-Quds, Kuala Lumpur, 2009, Internation Conference of Association of Muslim Labors, Kuala Lumpur 2008. the United States of America IVP atas fasilitasi USIS/Dept. Luar Negeri Amerika, 2000.
Di samping itu, ia sering menjadi delegasi Indonesia dalam beberapa konferensi, di antaranya: delegasi ke konferensi OIC/OKI di Kuala Lumpur 2004, Konferense APEC Chiang Mai, Thailand 2004; APPF di Australia 2000, AIPO, Vietnam 2003, pimpinan sidang AIPO on economics section, Jakarta 2002. Interparliamentary Meeting di Beijing China 2003. Investigation Team untuk kasus kekerasan oleh AFP dan ASIO Australia (Perth, Canberra, Sydney, dan Melbourne 2002) atas WNI, Interparliamentary Union (IPU) di Jordan 2000.
Ketika era reformasi 1998, ia terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN), dan sukses melenggang ke senayan menjadi anggota DPR/MPR-RI periode 1999-2004. Tahun, 2005 — 2006 ia sempat menjadi staff khusus menteri PDT, yang kala itu dijabat oleh H. Saifullah Yusuf (sekarang wakil gubernur Jawa Timur).
Merasa gagasan-gagasan besarnya untuk membangun Indonesia yang bermartabat tidak terakomodasi oleh pimpinan partai saat itu, beserta beberapa teman seperjuangannya ia kemudian memutuskan untuk mendirikan partai baru, Partai Matahari Bangsa (PMB), sekaligus menjadi Ketua Umum PMB yang pertama. Meski berhasil masuk sebagai salah satu partai peserta Pemilu tahun 2009, namun partai baru pimpinannya tidak lolos dalam electoral threshold.
Setelah merasakan atmosfir dunia perpolitikan di Indonesia, Imam kembali untuk mengabdikan diri di almamaternya, sekaligus melanjutkan studi Program doktor di Institute PTIQ Jakarta dalam Islamic Studies. Ia merasa, apa yang diraihnya sekarang ini tidak lepas dari ilmu serta pengalaman yang diperoleh ketika kuliah di PTIQ.
Dengan latar belakang mahasiswa yang berbeda-beda, karena saat itu mahasiswa PTIQ adalah utusan dari tiap-tiap daerah di nusantara, PTIQ telah membentuk kepribadiannya yang pluralis dan inklusif. Karena itu, meskipun berlatar belakang Muhammadiyah, ia tidak canggung untuk duduk bersama membaca shalawat, zikir, tahlil, istighatsah dan ritual keagamaan lain yang selama ini dianggap bukan merupakan tradisi Muhammadiyah.
Menurutnya, PTIQ sudah saatnya melakukan perubahan, dengan cara memaksimalkan program-program yang telah ada serta mengoptimalkan peranan alumninya yang bertebaran di mana-mana, baik di dalam maupun di luar negeri. Kiprah alumni PTIQ di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam profesi (Pimpinan lembaga pendidikan, politisi, pengusaha, cendekiawan, wartawan, muballigh, Guru/dosen) dan lain sebagainya merupakan salah satu modal penting dalam membangun dan menjaga eksistensi PTIQ, kini dan yang akan datang.
Dengan demikian, PTIQ diharapkan menjadi kiblat pemikiran dunia Islam, khususnya di bidang Al-Quran, yang menjadi trade mark PTIQ sejak awal didirikan. Hal ini bukanlah sesuatu yang utopis, mengingat saat ini kajian terhadap Al-Quran dikembangkan di mana-mana. Semoga...